Dari dulu masih anak SD, gue emang pengen banget kuliah di luar negeri. Dalam bayangan gue yang waktu itu masih berseragam putih merah, berpipi tembam, dan kekanak-kanakan itu, kayaknya kalo bisa kuliah ke luar negeri itu keren banget deh.
Waktu SMP, cita-cita gue selama 6 tahun di SD (jadi guru!) akhirnya berubah. Gue pengen banget jadi chef, yang lulusan sekolah perhotelan ternama di Swiss. Yups, Swiss. Entah gimana, negara mungil di Eropa itu memikat gue sedemikian rupa. Yah, saat itu sih gue masih belum bener-bener mikirin masa depan. Keinginan gue itu murni cita-cita seorang gadis ABG yang masih lugu.
Bertahun-tahun memendam cita-cita itu, saat pertengahan SMA, mama gue mulai memberi perhatian lebih ke hal-hal yang berkaitan sama kelanjutan pendidikan gue. Mulailah gue diajak-ajak ke berbagai pameran pendidikan, dalam maupun luar negeri. Waktu baca-baca booklet dari berbagai lembaga pendidikan itulah, terbersit sebuah ide di kepala gue.
“Kenapa gue ga jadi engineer aja ya? Kayaknya asyik tuh!”
Nah, dari situlah ketertarikan gue terhadap bidang engineering dimulai. Gue mulai baca-baca lagi tentang berbagai cabang engineering, sampai akhirnya memutuskan buat menjadikan chemical engineering sebagai bidang yang bakal gue tekuni selanjutnya. Waktu tau gue pengen ngambil jurusan itu, temen-temen gue pada heboh semuanya.
“Gila lo, De.. Gue mah lulus SMA mau jauh-jauh dari Bio, Fisika, Kimia, eh, lo malah ngambil jurusan kaya gitu!” komentar mereka.
Gue sih cengar-cengir aja. Kebetulan, gue emang suka sama praktikum-praktikum, apalagi kalo yang melibatkan zat aneh-aneh bin ajaib yang bisa berubah jadi macam-macam warna atau menghasilkan gelembung yang ‘spektakuler’. Salah satu praktikum favorit gue, praktikum ‘Silver Mirror’ alias cermin perak. Emang sih, katanya kalau teknik kimia itu lebih banyak belajar Fisikanya, tapi tetep aja bikin gue penasaran pengen nyoba. Haha
Awalnya, gue pengen masuk ITB. Mantab deh, apalagi teknik kimia ITB kan terkenal bagus. Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain buat gue: kesempatan kuliah di luar negeri. Wow! Akhirnya, cita-cita gue terwujud. Tanggal 12 Mei lalu, untuk pertama kalinya gue menginjakkan kaki di Brisbane, kota yang bakal jadi ‘rumah’ kedua gue selama beberapa tahun kedepan.
Pertama kali datang, gue pikir Brisbane itu biasa-biasa aja, malah cenderung agak gersang. Sempet shock pula gara-gara ngeliat harga barang-barang yang selangit. Masa air mineral botolan 6oo mL aja harganya 9ooo-an rupiah! Wow!
Ada pepatah yang bilang, tak kenal maka tak sayang. Beneran terbukti ternyata. Gue ga pernah nyangka, kalau akhirnya gue bisa jatuh cinta sama kota ini. Ga pernah nyangka, kalau ternyata….
# to be continued #